Kumpulan Berita Populer

Pendapat Maulana Muhammad Ali dan Jeffrey Lang Mengenai Iblis

Ditulis oleh: -

image

Pertanyaan yang sering diajukan adalah “mengapa Tuhan menciptakan sesuatu mahluk yang membawa manusia ke jalan yang sesat?” Ada kesalahpahaman di dalam pertanyaan ini. Tuhan telah menciptakan manusia dengan dua macam keinginan atau hasrat. Hasrat yang lebih tinggi mendorong manusia ke arah perbaikan kehidupan religius atau rohaniah. Sementara hasrat yang lebih rendah berkaitan dengan keberadaan jasad fisik manusia; dan berhubungan dengan dua hasrat ini adalah dua macam mahluk, para malaikat dan para setan (iblis). Hasrat yang lebih rendah diperlukan untuk kehidupan jasmani manusia, tapi hal ini dapat menjadi halangan dalam pensucian jiwa bila tidak terkendali.

Komentar:  Bila anda bingung dengan maksud MMA, gairah yang lebih rendah antara lain: makan, minum, dan berhubungan seks .

Manusia harus dapat menjaga kedua hasrat ini dalam kendalinya. Jika dia dapat melakukannya, maka hasrat tersebut menjadi sesuatu yang berguna bukannya suatu halangan. Pengertian ini menggarisbawahi jawaban Nabi Muhammad dalam suatu riwayat hadist ketika ditanyakan apakah dia juga punya jin pendamping. “ya” katanya, namun  Tuhan telah menolongku mengatasinya, sehingga jin itu menyerah dan tidak lagi mendorong ke arah yang buruk tapi justru ke arah yang baik. Setan tersebut dikatakan telah menyerah dan tidak lagi membisiki dengan suatu perbuatan jahat tapi perbuatan baik, dengan kata lain, menjadi penolong dalam pembentukan kehidupan yang lebih tinggi / suci.

Hal-hal diatas menggarisbawahi kisah Adam. Iblis yang pertama kali menolak untuk patuh ke manusia, yaitu, menjadi penolong dalam kehidupan relijius atau rohaniah, dan melakukan godaan yang jahat, menjadikan manusia tersesat “dan saya (Iblis) benar-benar akan menyesatkan mereka (manusia), dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka” (Alquran 4:118-119). Tapi kemudian dia (bisikan jahat)  menjadi kalah oleh pertolongan Tuhan, dan mereka yang mengikuti wahyu tidak takut akan tipu muslihat iblis: ”kemudian adam menerima beberapa kalimat dari Tuhan, dan Allah menerima taubatnya karena Allah Maha Penyayang…. Sesunggunya akan datang petunjuk dari Ku, siapa yang mengikutinya niscaya tidak ada rasa cemas / takut yang melanda diri mereka, dan tidak ada rasa sedih“ (Alquran 2:37,38).  Keberadaan Iblis (nafsu badani)  menunjukkan bahwa dalam tingkat yang lebih permulaan dalam pembangunan sisi relijius / rohani, manusia harus bertarung melawan iblis dengan cara  menolak mematuhi dorongan-dorongan jahat, dan siapapun yang melakukan pertarungan ini haruslah menundukan godaan-godaan jahat; sementara dalam tingkat yang lebih tinggi, hasrat yang lebih rendah telah dikendalikan, sehingga menjadi sesautu yang berguna, ”mendorong ke arah yang baik,” sehingga hasrat fisik pun menjadi penolong dalam kehidupan relijius manusia. Tanpa pertarungan untuk mengalahkan dorongan jahat tidak ada perbaikan dalam kehidupan, dan termasuk di tingkat awal, nafsu badani merupakan alat utama menjadi baik, tentunya manusia yang memilih mana yang baik bukannya masa bodoh membiarkan dirinya dikuasai nafsu.

Hampir serupa dengan MMA, Jeffrey Lang, dalam bukunya Bahkan Malaikat pun Bertanya: Membangun Sikap Ber-Islam yang Kritis, (Terjemahan dari Even Angels Ask: A Journey to Islam in America) PT. Serambi Ilmu Semesta, 2000 halaman 101, menjelaskan mengenai pengaruh malaikat dan setan pada diri manusia. Jujur saja pendapat Jeffery Lang ini tidak terlalu jauh berbeda dengan pendapat MMA. Pada beberapa bagian bukunya ia mengutip buku Religion of Islam-nya MMA, hanya saja uraian Jeffrey Lang di bawah ini mungkin lebih gampang dipahami.

Tiga istilah ini (Malaikat, Setan dan Jin) menandai kekuatan-kekuatan supranatural yang mempengaruhi hati. Malaikat, setan dan jin menciptakan banyak dorongan batiniah untuk berbuat kebajikan, kejahatan, dan ambivalensi. Malaikat  mengilhamkan kemurahan hati dan pengorbanan diri. Setan adalah sumber bisikan kejahatan dan kehancuran diri sendiri.

Sedang pengaruh jin bisa positif atau negatif, tergantung cara kita berurusan dengan mereka, karena mereka mengobarkan kecenderungan-kecenderungan rendah atau kebinatangan kita, seperti nafsu akan kelangsungan hidup, kekuasaan, kekayaan, keamanan dan mendapat penghormatan dari orang lain. Hubungan dan fungsi mereka digambarkan secara ringkas dalam sabda Nabi Muhammad yang terkenal, bahwa setiap manusia diciptakan bersama seorang jin pendamping, yang mengobarkan nafsu rendahnya dan seorang malaikat pendamping yang mengilhamkan kepadnya kebaikan dan kemuliaan. Ketika para sahabat bertanya apakah beliau mempunyai seorang jin pendamping, beliau menjawab “ya tetapi Tuhan menolongku menaklukannya sehinga dia tunduk dan tidak mendorongku melainkan kepada kebaikan.”

Dorongan kebaikan dan keburukan yang kita terima dapat saling mengimbangi dan saling melengkapi. Misalnya dorongan kemurahan hati yang menytimulasi perkembangan moral dan spiritual kita, akan, jika kita secara mutlak tunduk kepadanya, akan merusak diri, karena dorongan itu dapat membuat kita mengabaikan kebutuhan pribadi kita. Nafsu-nasfsu rendah adalah penting untuk kelangsungan hidup kita, namun jika kita menyerah kepadanya secara mutlak, kita akan menjadi sangat egois. Keduanya sama-sama menytimulasi perkembangan moral dan spiritual kita, sebab yang membuat suatu perbuatan dianggap baik adalah karena perbuatan itu melibatkan upaya untuk mengatasi atau mengesampingkan kebutuhan-kebutuhan rendah kita untuk sementara waktu (misal memberi sedekah). Orang yang berhasil adalah seperti yang disabdakan Nabi Muhammad bahwa orang yang dapat mengendalikan pengaruh rendah (jinni) ini dan mengimbanginya dengan pengaruh malaikat kemudian kedua pengaruh ini mendukung pertumbuhan dalam kebaikan.

Ketika seorang terlalu cenderung kepada dorongan-dorongan rendah (jinni) dia menjadikan dirinya sebagai sasaran empuk bagi pengaruh setan. Misalnya kebutuhan kita untuk tetap hidup menjadikan kita melakukan eksploitasi kepada pihak lain dan kikir, kebutuhan akan kekuasaan membuat kita berlaku tiran, kebutuhan memperoleh kekayaaan membuat kita menjadi rakus,  kebutuhan terhadap keamanan menjadikan kita melakukan kekerasan, keinginan mendapat penghormatan orang lainmenjadikan kita berlaku  sombong. Orang yang demikian itu   secara spiritual merusak diri sendiri. Dengan demikian pengaruh setan jelas merupakan “musuh yang nyata” bagi manusia  (2:168; 7:22; 12:5; 35:6).

Tiga pengaruh kejiwaaan ini biasanya secara serempak mempengaruhi kita. Karena itu, pengaruh-pengaruh ini menunjukkan dan mempertinggi moralitas keputusan kita, dan secara bersama-sama menjadi pendorong dan katalisator bagi perkembangan spiritual. Dari sudut pandang islam, apa yang kita sebut godaaan tidak lain dari suatu bentuk pengaruh supranatural terhadap diri kita, yang jika digabung dengan pengaruh lain, ia dapat membangkitkan terus-menerus dan mempercepat perkembangan kita. Seperti aspek-apek hidup duniawi kita yang lain, godaan sejalan dengan rencana Tuhan untuk kita.

Kondisi ini, secara garis besar tampak sebanding dengan teori-teori tertentu dalam psikologi modern, terutama penjelasan Freud tentang id, ego dan superego1. ini mungkin benar tetapi saya tidak terkejut maupun gembira dengan hal itu. Pertama-tama, kalaupun ada persamaan antara dua sistem itu, tentu saja ada perbedaan-perbedaan yang besar. Kedua, saya tidak menganggap ide-ide Freud betul-betul modern ataupun akurat, karena pandangan yang dituturkannya adalah bagian dari kebjikaan kuno dan dimuat dalam banyak tradisi agama. Apa yang Freud lakukan adalah membangun sebuah konteks sekuler untuk menjelaskan dan menginvestigasi pengaruh-pengaruh jiwa. Saya, sebaliknya, sedang menulis, sebagai seorang mualaf, dari perspektif agama yang pasti.

Catatan kaki 1  Id, bagian jiwa yang dihubungkan dengan dorongan-dorongan instink dan tuntutan pemuasan segera kebutuhan-kebutuhan primitif; ego, unsur kepribadian yang sadar, yang mengendalikan perilaku dan paling banyak berhubungan dengan realitas dunia luar, superego, bagian jiwa yang berkembang melalui penggabungan standar moral komunitas yang dirasakan, khususnya bagian bawah sadar atau termasuk hati nurani.